Catatan Perjalanan (2): Bukan Sekadar Pantai

Kapal bersandar sekitar jam 17.00 WITA. Setelah digiring oleh kapal kecil, tidak butuh waktu terlalu lama untuk kapal besar yang saya tumpangi untuk merapat ke dermaga dan memuntahkan semua isi perutnya ke daratan. Lembar benar-benar tenang sore itu. Tanpa ombak yang berarti, sore itu terasa begitu tenang. Para penumpang sibuk membereskan barang bawaan mereka. Orang-orang di dalam ruang penumpang memasukkan semua barang bawaan mereka, memastikan tidak ada barang atau anak mereka yang tertinggal. Para penumpang di dek kapal menggulung tikar dan kasur gulung mereka. Benar, sebentar lagi kami harus turun. Kapal sudah berlabuh, para penumpang keluar satu per satu, menginjakkan kaki di dermaga. Ah, akhirnya, saya tiba di tujuan. Sekarang, saya bisa menghirup udara Lombok, menghidu aroma laut dan udaranya dengan seksama.

Saat kapal menepi untuk berlabuh.

Setelah mengambil beberapa gambar sejenak dengan handphone, saya bergegas menuju ke tempat parkir tempat paman saya sudah menunggu. Begitulah, setelah berbasa-basi sedikit, kami langsung meninggalkan pelabuhan dengan taksi daring. Pelabuhan Lembar berada di Lombok Barat, tidak cukup jauh dengan tempat di  mana saya akan singgah selama di sini, yaitu di Gerung yang juga terletak di Lombok Barat.
Tiba di rumah dinas paman saya, saya menghabiskan waktu sejenak di ruang tamu untuk bercengkrama sejenak, mengobrol tentang kabar keluarga dan pastinya, bertanya seputar  tempat-tempat di Lombok yang bisa saya kunjungi selama saya berada di sini. Jujur saja, saya tidak punya rencana akan ke mana saja selama di sini. Untunglah, paman saya sebagai seorang pegawai negeri, dia punya peta Pulau Lombok yang cukup besar untuk saya amati. Ternyata, Lombok lebih dari yang saya pikir selama ini. Sejauh yang saya tahu dari media sosial dan media mainstream, Lombok selalu identik dengan pantai yang indah, dan satu gunung, yaitu Rinjani. Setelah saya mengamati peta dengan seksama, ternyata saya menemukan banyak simbol segitiga dalam peta. Benar, ternyata gunungnya tidak cuma Rinjani, banyak juga gunung-gunung lain (mungkin lebih tepatnya bukit, ya) di pulau ini. Setelah melihat-lihat peta, saya mencoba untuk menandai tempat-tempat mana yang tidak terlalu jauh untuk saya kunjungi dengan motor.
Lombok terdiri dari  empat kabupaten, yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah. Lombok Utara, Lombok Timur, dan satu kota, Mataram. Beruntung sekali saya bisa mengunjungi beberapa tempat wisata di setiap kabupaten di Lombok.
Baiklah, mari kita mulai dari hari kedua saya di Lombok setelah kapal berlabuh kemarin sore. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Kota Tua Ampenan. Jujur saja, saya punya kecenderungan untuk mengunjungi tempat yang memiliki nilai historis saat berkunjung ke suatu tempat. Kali ini, tujuan saya adalah Kota Tua Ampenan. Deretan bangunan tua yang sepertinya dibiarkan begitu bentuknya sejak kota ini dibentuk pada awalnya membuat tempat ini cukup berkesan bagi saya. Ditambah lagi ada Pelabuhan Ampenan yang dulu pernah digunakan sebagai pelabuhan utama sebelum kemudian digantikan oleh Lembar. Pelabuhan tua ini juga merupakan pintu gerbang para pedagang dari seluruh penjuru nusantara bahkan negeri-negeri asing memasuki Lombok di masa lalu.

Cidomo (kereta kuda) di Kota Tua Ampenan. 

Pelabuhan Ampenan yang legendaris.

Hari ketiga saya mengunjungi tempat yang lebih jauh, kali ini menuju Lombok Utara. Sebenarnya tidak ada rencana untuk berkunjung ke sana, namun pagi itu entah bagaimana saya ingin berkunjung ke Gili Trawangan. Setelah menyantap nasi balap puyung khas Lombok, saya bergegas memacu motor ke pelabuhan Bangsal, tempat nantinya saya akan menyeberang ke Gili Trawangan menggunakan kapal motor.
Menyusuri jalanan Lombok Barat, saya menuju ke Lombok Utara. Jalanan di Lombok tidak begitu ramai. Bahkan Mataram pun, tidak terlalu ramai untuk ukuran sebuah kota. Dalam perjalanan saya menyempatkan untuk mampir terlebih dahulu ke Pantai Senggigi. Tidak lama, sih, sekadar memenuhi rasa penasaran saya. Senggigi menurut saya mirip dengan Pantai Kuta di Bali. Tak lama kemudian saya melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan dari Senggigi, mata saya dimanjakan oleh bentang alam yang indah, laut di sisi kiri saya, dan gundukan bukit-bukit di sisi kanan saya. Perjalanan yang sama sekali tidak membosankan meskipun saya sendirian. Tidak lama kemudian, saya pun tiba di Pelabuhan Bangsal.

Menuju Pelabuhan Bangsal di Lombok Utara.

Pemandangan di sisi kiri jalan dari arah Mataram.

Setelah beres menitipkan motor, saya mengantre di loket pembelian tiket penyeberangan. Ternyata, Gili Trawangan adalah satu dari tiga trio pulau yang menjadi destinasi wisata di wilayah ini, yaitu Gili Trawangan, Gili Air,dan Gili Meno. Nah, karena memang saya berangkat tanpa rencana dan saya tidak pernah dengar nama lainnya selain Gili Trawangan, ya sudah, saya membeli satu tiket penyeberangan ke Gili Trawangan.
Hal yang paling saya suka dari Lombok adalah tarif masuk tempat wisata yang sangat murah. Untuk menikmati pantai-pantai indah Lombok, pengunjung hanya perlu membayar parkir (Rp.5000) dan tidak dikenakan biaya lain-lain lagi. Biaya penyeberangan saya ke Gili Trawangan juga sangat murah.
Setelah sekitar satu jam menyeberang menggunakan kapal motor, saya tiba di Gili Trawangan yang kenamaan itu. Ah, benar-benar pulau yang indah (setidaknya pantainya memang indah, dengan pasir putih dan air laut yang benar-benar biru). Namun, karena sudah sangat terkenal dan sudah lama sekali dikomersialkan, tidak heran jika pulau ini sangat ramai. Bar, penginapan, rumah makan, bahkan ATM bisa dijumpai dengan mudah di sini. Wah, saya tidak begitu suka dengan keramaian dan sepertinya saya salah memilih tujuan (mungkin seharusnya saya memilih Gili Air atau Gili Meno yang mungkin saja lebih sepi).

Tiba di Gili Trawangan. Saya tidak terlalu banyak mengambil gambar di sini, karena terlalu ramai
dan akhirnya saya malah keliling desa dan mendaki bukit..
Akhirnya, setelah menikmati pantai (yang sangat ramai) saya memutuskan untuk berjalan-jalan di desa pulau ini. Kebetulan, Gili Trawangan memiliki sebuah bukit yang saya rasa cukup menarik untuk sekadar melihat sekeliling dari ketinggian. Ya, setidaknya jika lain waktu saya melihat pulau ini dari seberang, saya bisa berkata,"Hei, saya pernah berdirii di puncak bukit itu!" Dan, ternyata, dari atas bukit, tidak terlalu bagus juga.
Begitulah rencana saya bermalam di Gili Trawangan gagal karena sepertinya tempat ini kurang cocok untuk saya. Sore itu saya kembali ke Lombok Barat dan sesampainya di rumah paman saya, saya kembali melihat peta besar di ruang tamu. Saya penasaran, di sebelah mana Gunung Rinjani berada. Meskipun saat ini mustahil untuk mendakinya, saya benar-benar ingin melihatnya dari dekat (bersambung lagi).

Comments

Popular Posts