Masalembu (Part 1): Kapal Perintis dan Ganasnya Laut Jawa
“Kamu gila”, begitu kata seorang
teman saat saya chat dia bahwa saya akan bertolak ke Masalembu. Ya, Masalembu,
pulau terluar dari Madura yang berada di tengah-tengah antara Madura dan
Kalimantan. Niatnya memang jalan-jalan keliling Madura, karena dari kemarin-kemarin
yang diekspos Gili Labak, Gili Labak, dan Gili Labak terus, meski saya belum
pernah mengunjunginya saya jadi enggan karena semakin mainstream saja. Alhasil, jauhan dikit okelah, ke Masalembu saja.
What? Jauhan dikit? Yakin?
Sejujurnya saya resah saat mau
berangkat ke sana. Gara-gara teman saya yang ngidam ke Masalembu dan saya juga
sebenarnya kepingin ke sana. Setelah
berpikir cukup lama, okelah, saya putuskan untuk ikut. Itu sudah termasuk
pertimbangan perjalanan laut yang lamanya sekitar dua belas jam dan
berita-berita ngeri yang saya baca di internet. Ah, cuek sajalah, yang penting
sampai. Meskipun demikian, saya masih sedikit gemetaran.
Ini dia letak Masalembu kalau dilihat dari Google Earth. Kalau diukur jaraknya sekitar 160 km an dari Sumenep. |
Sesampainya di pelabuhan Kalianget,
Sumenep, kami berdua membeli tiket kapal. Gila, ternyata lebih ruwet dari yang
kami duga. Karena membawa motor, sebelum berangkat kami harus melapor terlebih
dahulu ke Mapolsek Kalianget. Yah mungkin untuk menghindari penyelundupan motor
curian atau semacamnya.
Saya masih ingat saat itu masih
sekitar pukul 13.00. Kapal jurusan Masalembu yang tidak setiap hari ada sudah
terlihat stand by di pelabuhan. Kami
pun membeli tiket kapal. Apes, karena berdandan ala traveler dengan ransel kebanggaannya, orang-orang akan dengan mudah
melihat kami sebagai orang asing yang datang dari jauh. Tahu kan artinya? Ya,
kami g*blok dan nggak tahu apa-apa. Alhasil, kena tipu deh. Harga tiket yang
normalnya Rp. 40.000 per orang dijual pada kami seharga Rp. 43.000. Benar-benar
sial.
Begitu saya melihat kapalnya, saya
cukup shock. Ah nggak, nggak, bisa dibilang saya shock berat. Gila, kapal jurusan
Masalembu saat itu tampak seperti kapal pengangkut barang dan memang itu kapal
pengangkut barang yang nyambi kapal
penumpang. Tempat penumpang pun seadanya, cuma ditutup dengan terpal tanpa
dinding pelindung di sisi kanan dan kiri kapal. Di luar dugaan, keberangkatan
kapal delay sampai pukul 17.00.
Ini dia armada ke Pulau Masalembu. Sejak naik kapal ini saya sadar bahwa saya nggak cocok jadi bajak laut. Ampun deh. |
Lepas dari pelabuhan Kalianget,
perjalanan masih terasa tenang dan santai. Ombak yang tenang dilewati dengan
kapal tanpa goyangan yang berarti, cukup nyaman. Namun kenyamanan itu tidak
berlangsung lama, sekitar dua jam setelah berangkat, lepas dari perairan
Kalianget, semuanya berubah. Kali ini ombak laut berubah ganas, begitu pula
goyangan kapalnya! Saya ingat bahwa Kepulauan Masalembu dikelilingi oleh Laut
Jawa, bukan selat Madura macam di Tanjung Perak yang ombaknya lebih tenang.
Ndlosor, tempat penumpang seadanya. Dijamin pasti masuk angin kalau belasan jam begini |
Beberapa kali kapal terasa terangkat
oleh hempasan ombak. Ombak datang dari depan, samping, ugh! Rasanya kapal dapat
oleng kapan saja. Gila, kapal besi bisa jumping,
jumping terkena ombak. Tak jarang air laut masuk ke kapal dan membasahi barang-barang
berikut penumpang saat kapal dihajar ombak besar. “Hueeeeeeee, ampun Gusti”,
begitu saya mbatin. Sumpah, kami melalui belasan jam dengan kondisi seperti
itu! Kondisi seperti itu memaksa saya untuk tidur meskipun susah.
Pagi pun tiba. Saya melihat handphone saya yang nggak ada sinyalnya. Waktu menunjukkan pukul 05.00. Ah, sudah dua belas
jam, saya rasa pasti pulaunya sudah dekat dan kelihatan. Saya pun bangun dan
melihat ke arah lautan. “Mana kok nggak kelihatan pulaunya? Katanya dua belas
jam?”, begitu saya bertanya pada diri saya sendiri. Semakin resah saja perasaan
saya. Kalau nyasar gimana? Kalau kelaparan di laut gimana?, dan berbagai
spekulasi buruk lainnya. Mana ombaknya masih ganas.
Akhirnya sekitar pukul 06.00 pulau
Masalembu mulai kelihatan. Sedikit lega rasanya karena tujuan sudah mulai
terlihat. Kami akhirnya tiba di Pelabuhan Masalembu sekitar pukul 07.30. Jadi
total perjalanan kami 14,5 jam. Kira-kira seperti di video itulah ombak di pelabuhan saat kapal baru menepi. Video di atas saya ambil saat akan pulang karena saat baru datang nggak kepikiran mau merekam.
Ampuuuuun, cukup sekali deh main ke Masalembu.
Perjalanan panjang membuat kami ship lag dan
langsung menuju tempat menginap setelah menghubungi Bapak Laode Arsyad, tempat
kami akan numpang sementara. Ampun,
perjalanan ekstrim itu membuat saya ship
lag seharian. Ya begitulah perjalanan ke Masalembu, tentang Kapal Perintis
dan Laut Jawa.* (bersambung…)
That's good!! Keep your spirit to "mbolang"
ReplyDeleteThank you. Someday let's get trip together :D
DeleteHalo mas Asief Abdi. Nice post. Boleh minta emailnya? Kebetulan saya berencana untuk liburan ke Masalembo Agustus ini. Saya mengalami kendala dalam menyusun itinerary. Seperti jadwal keberangkatan kapal dan penginapan di sana. Sudi kiranya mas asief untuk menshare dan memberi saran dan masukan kepada saya. Terima kasih.
ReplyDeleteHalo mas Asief Abdi. Nice post. Boleh minta emailnya? Kebetulan saya berencana untuk liburan ke Masalembo Agustus ini. Saya mengalami kendala dalam menyusun itinerary. Seperti jadwal keberangkatan kapal dan penginapan di sana. Sudi kiranya mas asief untuk menshare dan memberi saran dan masukan kepada saya. Terima kasih.
ReplyDeleteasiefabdi@gmail.com
DeleteSilakan kalau mau sharing. Untuk penginapan di sana tidak ada karena memang bukan objek wisata. Saya dulu backpaker-an nginap d rumah warga lokal. Jadwal kapal biasanya 1-2 kali seminggu, itu pun tergantung cuaca. Jadi saya sarankan jika mau berkunjung kesana persiapkan untuk seminggu di sana, karena bisa saja jadwal kapalnya molor.
bentar lagi survei ke masalembu mas wkwkwkwk
ReplyDelete