Dendrobium capra, si larat hijau
Anggrek,
mungkin saat pertama mendengarnya yang terbayang di pikiran kita adalah daerah
pegunungan yang sejuk, dengan pepohonan yang rimbun dan rapat. Bagaimana dengan
di daerah dataran rendah yang kering dengan pepohonan yang semua daunnya nyaris
rontok? Wah, mungkin yang terbayang di pikiran kita yaitu tidak mungkin ada
anggrek yang hidup di tempat tersebut. Apakah benar demikian???
Setelah melakukan pengamatan bersama teman-teman di suatu daerah di
Bojonegoro, ternyata kenyataannya tidak demikian. Beberapa jenis anggrek tumbuh
dengan subur, dengan jumlah yang cukup banyak. Salah satu di antaranya yaitu
anggrek asli Indonesia yang tergolong langka, Dendrobium capra, si larat hijau. Suatu penelitian yang dilakukan
oleh LIPI, menyatakan bahwa D.capra
memang merupakan anggrek alam yang persebarannya di Indonesia terbatas. Anggrek
ini juga tahan terhadap kondisi lingkungan yang panas dan kering. D. capra memiliki persebaran
terbatas. Di Jawa hanya terdapat di hutan jati dataran rendah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Comber (1990) pernah melaporkan keberadaan anggrek ini di Jawa Timur
yaitu: di hutan jati di kaki gunung Penanggungan, Pandaan dan di gunung Lamongan-Kraksaan,
Probolinggo. Anggrek ini hidup di dataran rendah dengan kisaran suhu harian
30 - 33˚C dan kelembaban udara
40-60%.
Gambar: Dendrobium capra,, oleh orang Indonesia disebut-sebut sebagai "larat hijau" Sumber: Orchidsforum.com |
Gambar: Bunga yang berwarna kehijauan menjadi asal dari nama "larat hijau". Sumber: Orchidsforum.com |
Dendrobium capra J.J. Smith atau anggrek larat hijau merupakan anggrek dataran
rendah yang pertumbuhannya relatif lambat, tetapi memiliki vigor tunas relatif
tinggi. Anggrek ini merupakan jenis satu-satunya yang berada di seksi Ceratobium.
Anggrek ini memiliki perawakan tegap, kaku dan panjang batang
sampai 40 cm. Diameter batang akan mengecil pada bagian pangkal dekat akar dan
tampak menggembung pada bagian tengah batang. Daun kaku berdaging, berwarna hijau
kusam, berbentuk bundar telur memanjang dengan ujung runcing dan bercuping dua di bagian ujung daun. Daun
tersebut tersebar hanya di bagian atas batang. Panjang daun
antara 7,5-15 cm dengan lebar 1,5-2 cm. Tangkai perbungaan muncul dari batang
bagian ujung, panjangnya mencapai 30 cm, menyangga 4-15 kuntum bunga. Bunga
memiliki diameter mekar bunga 2,5-3 cm berbentuk bintang,
berwarna hijau muda kekuningan dengan garis ungu di bagian bibir. Kelopak dan
mahkota memiliki tekstur tebal mengkilap. Kelopak bundar telur memanjang, dengan ujung
tumpul. Mahkota berbentuk sudip, ujung runcing dan tidak berpilin. Bibir
bercuping tiga melengkung keluar (Comber dalam Yulia, 2007).
Anggrek ini tergolong unik karena bunganya
berwarna hijau. Dalam pengamatan,
kami menjumpai cukup banyak D.capra yang
tumbuh menempel di pohon jati. Kami menjumpai anggrek ini berbunga di bulan
September, tetapi nampaknya musim berbunganya sudah hampir habis, karena
melihat banyak bunga sudah berubah menjadi seed
capsule.
Gambar: Tinggi dan jauh, anggrek ini memaksa saya menggunakan teknik digibining yang biasanya digunakan untukk memotret burung. |
Gambar: Dendrobium secundum (bunga ungu kemerahan), jenis anggrek lain yang dijumpai di RPH Sukun, Bojonegoro. . |
Selain si larat hijau, kami juga menemukan si anggrek
sikat gigi (Dendrobium secundum), Aerides odorata, Luisia sp, dan Thrixspermum
raciborskii. Wah ternyata di dataran rendah yang kering dan panas dapat
dijumpai juga berbagai jenis anggrek. Keberadaan mereka pun perlu dijaga,
terutama si larat hijau yang berdasarkan status kelangkaannya sudah masuk dalam
daftar CITES apendiks II yang berarti hanya boleh diperdagangkan apabila
berasal dari hasil perbanyakan dan pengambilan langsung dari alam untuk
diperdagangkan tidak diperbolehkan. Selain itu RPH sukun merupakan hutan
produksi, yang tanaman jatinya akan ditebang dan diganti tanaman jati baru,
jadi si larat hijau perlu dijaga kelestariannya, salah satunya dengan usaha
konservasi ex-situ.
Sayangnya pada saat pengamatan saya tidak
membawa kamera yang dapat mengambil gambar si larat hijau dengan jelas.
Bermodal kamera pocket 7 Mp dan binocular pinjaman dari teman-teman, terpaksa
menggunakan teknik digibining untuk
mengambil gambar D.capra yang sedang
berbunga di pohon yang cukup tinggi. Ya memang gambar yang saya peroleh tidak
bagus, tetapi kami yang terdiri dari dua tim, satu dari Malang, dan satu lagi
dari Semarang-Yogyakarta sangat puas karena bisa menjumpai anggrek ini sedang
berbunga di habitat aslinya.
Comments
Post a Comment