Catatan Perjalanan (1): Realisasi Perjalanan Akhir Tahun dan Akumulasi Beban Setahun (Surabaya-Lombok)

Tahun 2019 adalah tahun yang berat bagi saya. Entahlah, rasanya saya sudah banyak melakukan kegagalan selama setahun terakhir. Mulai dari kegagalan hubungan, rencana studi, hingga aplikasi beasiswa. Banyak lah, pokoknya. Semua itu membuat saya agak frustasi.
Di penghujung tahun 2019 lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk liburan akhir tahun. Ya, setelah tahun lalu tidak memanfaatkan akhir tahun untuk bepergian, sepertinya tahun ini saya harus bepergian untuk sekadar liburan, melakukan perjalanan sekalian cari hiburan. Karena bagi saya, traveling adalah salah satu metode self healing.
Begitulah saya memikirkan ke mana saya akan pergi tahun ini. Karena saya berencana untuk self healing, saya memutuskan untuk bepergian sendiri kali ini, yah kalau bisa ke tempat yang belum saya kunjungi sebelumnya. Setelah berpikir cukup keras, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Lombok. Kebetulan, ada seorang paman saya di sana sehingga saya tidak perlu repot-repot membayar mahal untuk makan dan penginapan. Setelah menentukan hari, akhirnya saya merealisasikan rencana ini.
Saya bukan orang yang punya banyak uang untuk sekadar terbang. Alhasil, saya harus menekan pengeluaran agar tidak terlalu banyak menguras tabungan. Akhirnya saya memilih untuk melakukan perjalanan ke Lombok menggunakan kapal laut. Kebetulan, setelah mencari informasi di internet, ternyata ada kapal jurusan Tanjung Perak-Lembar yang berangkat setiap hari dari Surabaya. Harga tiketnya cukup murah, cuma Rp. 97.000. 
Akhirnya setelah membeli tiket di hari keberangkatan (karena tiket harus dibeli pada hari keberangkatan, tidak bisa dipesan di jauh hari sebelumnya), sore harinya, saya langsung bergegas menuju pelabuhan. Sore itu hujan turun cukup deras sehingga perjalanan saya menuju ke pelabuhan menjadi semakin lama. Beruntung, malam itu saya berhasil sampai sebelum kapal angkat sauh.
Setelah melalui bagian pemeriksaan barang bawaan dan memastikan tidak ada bom di ransel besar saya, saya dipersilakan langsung menuju dermaga di mana kapal yang akan membawa saya ke Lombok sudah menunggu. Ditemani gerimis dan udara dingin, saya berjalan menuju dermaga. Benar saja, kapal besar itu sedang menelan kendaraan-kendaraan besar ke dalam lambungnya. Dengan langkah mantap, saya berjalan, meniti tangga besinya yang berbau khas. Ya, bau besi kapal. Dan juga, bau laut.
Karena datang terlalu belakangan, benar saja, firasat saya benar, ruang penumpang sudah penuh sehingga saya tidak kebagian tempat duduk. Setelah riwa-riwi dan tetap tidak mendapat kursi kosong, akhirnya saya putus asa dan pasrah jika harus nggembel di geladak bagian luar. Namun, ternyata alam semesta tidak ingin saya kedinginan di luar. Entah karena rasa iba atau semacamnya, sepasang suami-istri memberikan satu tempat duduk anaknya untuk saya tempati. Ah, syukurlah, saya tidak jadi nggembel. Kami pun berkenalan, namanya Pak Amung. Dia bersama keluarganya baru saja mengantarkan rombongan anak-anak sekolah mengikuti sebuah ajang olahraga di Surabaya. Karena kehabisan uang, mereka memutuskan untuk pulang ke Lombok menggunakan kapal laut. Ya, kapal laut memang solusi ekonomis saat harga tiket pesawat semakin melangit.
Begitulah akirnya saya duduk manis dan membereskan beberapa barang bawaan saya, mengeluarkan selimut, bekal makan malam yang saya beli tadi di Surabaya, dan buku bacaan untuk mengusir rasa bosan. Karena terlalu lelah dan sedikit kehujanan, saya tidak sadar sudah terlelap bahkan sebelum kapal angkat sauh. Ketika bangun, ternyata waktu sudah tengah malam dan kapal sudah jauh meninggalkan pelabuhan. Perjalanan saya sudah dimulai.


Malam hari di pelabuhan, kapal DLN Oasis yang akan membawa saya ke Lombok sedang loading.

Ruangan penumpang kelas ekonomi. Sangat nyaman daripada harus kedinginan di luar.

Pagi tiba, orang-orang bergantian bersuci dan solat subuh berjamaah. Beberapa tampak masih lelap tidur di geladak luar kapal. Ternyata, banyak orang yang tidak seberuntung saya. Setelah menunaikan solat dua rakaat bersama para penumpang lainnya, saya memilih untuk tetap berada di luar menikmati pagi. Matahari perlahan naik, menunjukkan apa yang ada di depan mata kami. Tentunya apa lagi kalau bukan lautan. Beberapa pulau kecil terlihat di kanan dan kiri kapal. Ternyata, kami melewati wilayah pulau-pulau kecil di sisi timur Madura. Saya beralih ke haluan, melihat laju kapal yang tidak pelan. Kawanan lumba-lumba berenang dekat dengan permukaan, ikan-ikan terbang berlompatan, meluncur ke udara seolah-olah mereka bisa benar-benar terbang. Di atas, kawanan burung laut mengawasi mangsa mereka yang ada di air. Benar-benar seperti adegan di film. 

Bersantai di dek kapal. Tidak semua penumpang beruntung bisa memperoleh tempat di ruang penumpang.

Menyambut pagi di haluan kapal.


Pagi yang cerah di anjungan kapal.

Saat berada di tengah laut, saya tidak pernah mengaktifkan handphone saya karena pasti tidak ada sinyal. Saya mencoba mengusir kebosanan dengan membaca buku. Sesekali saya mengarahkan kamera saya ke sekitar jika ada hal-hal menarik yang bisa saya rekam dengan kamera.
Beberapa kali saya bertemu dengan penumpang lain untuk sekadar mengobrol. Pertama, saya bertemu dengan Pak Irwan, seorang pria paruh baya asal Bima yang hendak pulang setelah perjalanannya ke Semarang. Setelah itu saya bertemu dengan rombongan jamaah yang hendak berdakwah ke Sumbawa, salah satunya adalah Mas Fery dari Surabaya. Wah, di sini saya terlibat sedikiit perdebatan dengan mereka seputar rokok haram atau halal. Sebenarnya mereka sendiri yang berdebat, karena kebetulan saya berada dalam lingkaran, maka mau tidak mau saya harus mendengarkan meski sebenarnya saya malas sekali soal beginian. Setelah bubar, saya bertemu dengan Mas Al, seorang ahli navigasi kapal yang hendak kembali ke Lombok untuk kembali bekerja. Kami mengobrol banyak tentang navigasi kapal dan dunia pelayaran. Sesekali Mas Al meminjam kamera saya untuk mencoba membidik dan memotret objek yang ada di kejauhan.
Sekitar jam 15.00 WITA, kapal kami melewati Bali. Saya sudah pernah ke Bali sebelumnya, tapi saya belum pernah mellihat Pulau Bali dari sudut ini. Benar-benar indah. Kontur lanskap yang bergunung-gunung membuat saya cukup lama memandanginya dengan kagum. Dan tidak lama setelah itu, Pulau Lombok yang menjadi tujuan saya mulai terlihat. 

Pulau Bali di kejauhan.

Ketika kapal tiba di Lembar, Lombok Barat.

Sore yang mendung di pelabuhan.

Lembar, salah satu pelabuhan favorit saya.

Benar saja, sore itu, sekitar pukul 17.00 WITA kapal yang saya tumpangi berlabuh di Lembar, Lombok Barat. Kurang lebih, perjalanan laut kami saat itu adalah 20 jam, lebih cepat daripada waktu tempuh normalnya, yaitu 24 jam. Begitulah saya menelepon paman saya untuk menjemput saya di pelabuhan dan bersama-sama dengan penumpang lainnya berjalan keluar dari kapal. Di sinilah saya rencananya akan menghabiskan akhir tahun saya, mengunjungi berbagai tempat menarik, bersenang-senang, dan melupakan sejenak apa yang mengganggu pikiran saya selama setahun terakhir. (Bersambung).

Comments

  1. Replies
    1. Terima kasih, Kak, sudah diingatkan. Part 2 akan segera saya tulis dan terbitkan. Hehe.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts